7/29/2013

Buber 2013

Buber yuuk…..”begitu kata yang sering kali kita dengar ketika di Bulan Ramadhan. Kata gaul Buber
adalah kepanjangan dari kata Buka
Puasa Bersama yang mana sering dilakukan oleh guru, komunitas, organisasi, teman, reuni sekolah,kampus, kantor atau bahkan nasyarakat satu rt atau rw ketika di bulan romadhon.
Namun dibalik dari buber itu sendiri banyak mengandung arti dan tujuan yang banyak.

Adapun nilai atau tujuan dari buka puasa bersama sebenarnya berkaitan erat dengan setting atau tempat dimana dilaksanakan kegiatan buber tersebut. Terkait
tempat memang bisa dilaksanakan dimana saja mulai dari masjid, tempat sosial, rumah, warung, café, rumah makan,
mall, taman ataupun dilapangan sekalipun.
Seperti contoh buber dilksankan dipanti asuhan, panti
yatim, panti jompo, jalanan, maka buber tersebut dimana sebagai sodakoh namun jika buber tersebut di adakan di kaffe atau rumah makan maka buber itu dimaknai sebagai ajang berkumpul antar sesama ataupun yang lainnya.

Namun tujuan yang mendasar dari  buka puasa bersama adalah untuk memper erat tali silaturohim, persaudaraan, keakraban maupun
kekerabatan. Walaupun setiap hari
sudah bertatap muka akan tetapi momen buka puasa merupakan momen yang sangat penting ketika dibulan romadhon karena di momen ini kita sering diselingi dengan canda dan tawa sehingga terlihat bahwa satu sama lain terlihat begithu akrab dan tak ada masalah yang timbul. Terlebih bila buka puasa bersama ini dikemas dalam suasana reuni entah sekolah ataupun kampus.  Tentu suasana
lepas rindu dan lepas kangen akan sangat begitu terlihat dan terasa.

Dalam momen buka puasa bersama memang tidak ada
acara baku akan tetapi ada juga momen ini diselingi dengan acara siraman rohani, tilawah atau biasanya juga diselingi dengan game-game seru yang lain sebelum atau pun sesudah buka puasa dilakukan.

Memang buber adalah acara yang paling is the best dech, banyal makna yang terselubung, seperti acara yang pernah kami lakukan pada setiap bulan romdhon.

Selmat mencoba bagi yang belum pernah merasakam.

Think it, planning, do it and write your story in this blog.

7/24/2013

Rukun Rukun Wudhu

Rukun Rukun Wudhu

Rukun-Rukun Wudhu Al-Qur’an telah menyebut empat rukun (fardhu] wudhu, yaitu membasuh muka, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah,

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepadamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki...." (al- Maa’idah: 6)

Jumhur fuqaha selain ulama madzhab Hanafi telah menambahkan fardhu wudhu tersebut dengan berdasarkan dalil-dalil dari As-Sunnah. Yang mereka sepakati adalah fardhu niat wudhu. Ulama madzhab Maliki dan Hambali mewajibkan muwalah [berturut- turut] di antara rukun-rukun wudhu. Hal ini juga sama dengan yang diungkapkan oleh ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Selain itu, ulama madzhab Maliki mewajibkan menggosok anggota wudhu ketika meratakan air.

Oleh sebab itu, rukun wudhu dibedakan menjadi empat, menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, yaitu yang disebut dalam ayat tersebut di atas. Dan ia terbagi menjadi tujuh menurut pendapat ulama madzhab Maliki, yaitu dengan menambahkan niat, menggosok anggota badan, dan muwalah (berturut-turut]. Dan menurut pendapat ulama madzhab Syafi’i, ia menjadi enam dengan menambahkan niat dan tartib.

Menurut pendapat ulama madzhab Hambali dan Syiah Imamiyah, rukun wudhu ada tujuh yaitu dengan menambahkan niat, tartib, dan muwalah (berturut-turut].

Dengan demikian, jelaslah bahwa rukun wudhu terbagi menjadi dua bagian. Yaitu, rukun-rukun yang disepakati oleh semua ulama dan rukun-rukun yang tidak mendapat kesepakatan dari mereka.

1) Rukun yang disepakati oleh semua ulama Ia terdiri atas empat rukun yang semuanya disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut. 1. Membasuh muka, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT, "...maka basuhlah wajahmu...." (al- Maa’idah: 6)

yaitu membasuh semua bagian luar muka dengan sekali basuhan saja. Rukun ini juga berdasarkan kepada ijma para ulama.

Maksud membasuh adalah meratakan air pada satu anggota tubuh hingga air tersebut menetes. Menurut pendapat yang ashah, sekurang-kurangnya tetesan air tersebut adalah dua tetes dan dianggap tidak mencukupi apabila hanya sekadar meratakan air tanpa menetes. Selain itu, yang dimaksud dengan membasuh di sini adalah menyempurnakan perbuatan tersebut, baik dilakukan oleh orang yang berwudhu sendiri ataupun dengan pertolongan orang lain. Yang dihitung sebagai fardhu wudhu adalah satu kali basuh saja. Adapun mengulangi membasuh sebanyak tiga kali merupakan hal yang disunnahkan, bukan hal yang fardhu.

Muka adalah anggota bagian depan pada wajah seseorang. Ukuran panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala- dalam keadaan normal-hingga ke bagian akhir dagu, atau dengan kata lain antara permulaan ruang dahi hingga ke bagian bawah dagu. Adapun yang dimaksud dagu adalah tempat tumbuhnya jenggot yang terletak di atas dua tulang rahang bagian bawah. Sedangkan dua tulang rahang adalah dua tulang yang menjadi tempat tumbuhnya gigi bagian bawah. Di antara bagian yang termasuk muka adalah bagian dahi seseorang yang ditumbuhi rambut yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-ghamam. Adapun dua bagian kosong yang berada di samping dahi bagian atas (an- naz’atain), tidaklah termasuk bagian muka. An-naz‘atain dianggap sebagai bagian dari kepala karena kedua-duanya masuk ke dalam kepala.

Batas lebar muka adalah bagian di antara dua anak telinga. Menurut pendapat yang rajih dari ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i, bagian kosong yang terdapat di antara ujung pipi dan telinga termasuk ke dalam anggota muka. Akan tetapi, ulama madzhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa ia termasuk ke dalam anggota kepala.

Termasuk bagian wajah menurut pendapat ulama madzhab Hambali, seperti yang terdapat dalam kitab al-Mughni, adalah bagian yang disebut dengan at-tahdzif yaitu bagian tepi dahi yang ditumbuhi rambut-rambut yang tipis yang terletak di antara ujung pipi dan dahi. Ini disebabkan tempat tersebut berada di bagian muka. Akan tetapi, an-Nawawi mengatakan bahwa menurut yang telah diakui jumhur ulama madzhab Syafi’i, maudhi’ at-tahdzif (tempat tumbuh bulu) adalah bagian dari kepala karena rambutnya berhubungan dengan rambut kepala. Penulis kitab Kasysyaful Qina’ dari madzhab Hambali mengatakan bahwa maudhi’ at-tahdzif (tempat tumbuh bulu] tidak termasuk ke dalam anggota muka, melainkan ia termasuk ke dalam anggota kepala.

Ruang kosong yang terdapat di atas dua telinga yang bersambung dengan dua ujung pipi adalah termasuk anggota kepala, karena kedua-duanya masuk dalam bulatan kepala. Meskipun demikian, hendaklah sebagian kecil dari kepala dimasukkan ke dalam anggota muka untuk menyempurnakan hukum wajib membasuh muka. Karena, hukum wajib membasuh muka tidak akan sempurna kecuali dengan membasuh sebagian kepala tersebut. Ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa sunnah hukumnya membasuh maudhi’ al- mafshal, yaitu bagian yang terletak di antara janggut dengan telinga. Karena, ia termasuk ke dalam anggota yang sering dilupakan orang. Ulama madzhab Syafi’i juga mengatakan bahwa sunnah hukumnya membasuh maudhi’ ash- shal’i, yaitu bagian kepala yang botak, maudhi’ at-tahdzif; yaitu dua sisi dahi yang ditumbuhi rambut tipis dan dua ruang kosong yang terletak di atas dua telinga ketika membasuh muka. Hal ini dilakukan untuk menghindari perbedaan pendapat tentang hukum wajib membasuh bagian-bagian tersebut.

Wajib membasuh sebagian kecil bagian kepala, leher, bagian bawah tulang rahang, dan dua telinga. Begitu juga wajib melebihkan sedikit ketika membasuh kedua tangan dan kedua kaki. Hal ini berdasarkan hukum wajib yang ditetapkan untuk membasuh kedua anggota tersebut. Karena suatu kewajiban yang tidak dapat sempurna kecuali dengan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain tersebut menjadi wajib.

Termasuk juga bagian anggota muka adalah dua bibir, bagian hidung yang lunak, bagian depan hidung, dan yang semcamnya. Tidak wajib membasuh bagian dalam dua bibir dan dua mata.

Wajib membasuh bulu kening, bulu mata, ujung pipi (yaitu bulu yang tumbuh di atas tulang yang lurus dengan telinga dan terletak di antara pelipis dan pipi), bulu pipi, bulu rewes (yaitu bulu yang tumbuh di bawah bibir mulut bagian bawah), bagian luar dan dalam jenggot (yaitu bulu yang hanya tumbuh di dagu, tempat pertemuan dua tulang rahang) baik ia tumbuh dengan tipis ataupun tebal. Ini karena terdapat sebuah hadits riwayat Muslim yang menceritakan bahwa Rasul bersabda kepada seorang laki-laki yang tidak membasuh kuku kakinya. Beliau bersabda,

"Kembalilah dan sempurnakan wudhu kamu." Jika jenggot seseorang tebal hingga kulitnya tidak tampak, maka yang wajib dibasuh hanya bagian luar saja, dan sunnah hukumnya menyela-nyelai bagian dalam jenggot tersebut. Ketetapan sunnah ini karena sukar untuk menyampaikan air ke kulit pada bagian tersebut. Dalilnya adalah berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al- Bukhari yang menggambarkan bahwa Nabi saw. sedang berwudhu, kemudian beliau mengambil seciduk air untuk membasuh muka. Padahal, janggut beliau tebal. Hal ini menunjukkan bahwa seciduk air biasanya tidaklah mencukupi untuk membasuh hingga sampai ke bagian dalam (jenggot).

Adapun jenggot yang panjang hingga melebihi paras muka, maka ia wajib dibasuh menurut pendapat yang mu’tamad di kalangan ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Hal ini karena ia adalah bulu yang tumbuh di bagian anggota fardhu. Oleh sebab itu, secara lahir ia termasuk ke dalam nama anggota tersebut. Dan ia tidak dapat disamakan dengan rambut

kepala. Adapun rambut yang keluar dari batas kepala, tidak termasuk ke dalam kepala. Selain itu, karena terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Amru bin Absah,

"Kemudian apabila dia membasuh muka seperti yang diperintahkan Allah, maka keluar-lah dosa muka dari ujung jenggotnya bersama dengan tetesan air."

Ulama madzhab Hanafi dan Maliki tidak mewajibkan membasuh jenggot yang panjang, karena ia dihitung sebagai bulu yang keluar dari bagian anggota fardhu dan ia juga bukan dari bagian muka.

Ulama madzhab Hambali menambahkan, mulut dan hidung adalah bagian dari anggota muka. Pendapat ini juga menegaskan bahwa berkumur dan membersihkan hidung dalam wudhu merupakan hal yang wajib berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan perawi yang lain. Maksud hadits tersebut adalah, "Apabila kamu berwudhu, maka hendaklah kamu berkumur."

Hadits lain yang diriwayatkan at-Tirmi- dzi dari Salamah bin Qais juga menyatakan, "Apabila kamu berwudhu, maka hendaklah kamu membersihkan hidung."

Juga, terdapat hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang dapat diterima oleh semua ulama, "Apabila salah satu di antara kamu sedang berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam hidung kemudian menghempaskannya keluar."

Ulama madzhab Hambali mewajibkan juga membaca Bismillah ketika berwudhu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw.,

"Tidaklah sah shalatnya orang yang tidak berwudhu, dan tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah (membaca bis- millah)."

Konsep Thaharah

Konsep Thaharah

Pembahasan mengenai thaharah (ber- suci) mengandung tujuh bagian.

A. Konsep Thaharah

Perkara yang dibincangkan dalam bab ini meliputi pengertian, kepentingan, jenis- jenis benda yang menyucikan, jenis-jenis air, hukum mengenai sisa dan telaga air, dar. jenis-jenis benda yang suci.

B. Najis Pembahasan dalam pasal ini meliputi jenis najis, kadar najis yang dimaafkan, cara menyucikan najis, dan hukum air basuhan.

C. Istinja’ Pembahasannya meliputi pengertiannye, hukum, cara, dan adab membuang air.

D. Wudhu dan Perkara yang Berkaitan Pasal ini dibagi kepada tiga pembahasan. Pembahasan pertama, fardhu, syarat, dan sunnah wudhu, di samping perkara yang membatalkan wudhu serta wudhu orang yang uzur. Pembahasan kedua mengenai bersiwak termasuk pengertian, hukum, cara, dan faedah bersiwak. Pembahasan ketiga mengenai menyapu dua khuf. Ini meliputi pengertian, dasar pensyariatan, cara, syarat, waktu menyapu, perkara yang membatalkannya, menyapu serban, menyapu sarung kaki, dan menyapu pembalut [jabirah).

E. Mandi Dalam pasal ini, pembahasannya meliputi kelebihan air mandi, perkara-perkara yang menyebabkan mandi, perkara-perkara fardhu, sunnah dan makruh, serta perkara yang diharamkan bagi orang yang berjunub, mandi- mandi sunnah dan hukum yang berhubungan dengan konsekuensi mandi seperti memasuki masjid dan bilik air.

F. Tayamum Dalam pasal ini, akan dibahas masalah definisi, dasar pensyariatan, sifat, sebab, fardhu, cara, syarat, sunnah, makruh, perkara- perkara yang membatalkan tayamum, dan hukum orang yang tidak mempunyai dua bahan penyuci (air dan debu).

G. Haid, Nifas, dan Istihadhah Pasal ini mengandung empat pembahasan. Pembahasan pertama mengenai definisi haid dan masanya. Pembahasan kedua mengenai definisi nifas dan masanya. Pembahasan ketiga mengenai hukum haid dan nifas, serta perkara yang diharamkan bagi orang yang haid dan nifas. Pembahasan keempat mengenai istihadhah dan hukumnya.

A. KONSEP THAHARAH

Para ahli fiqih mendahulukan pembahasan thaharah sebelum pembahasan shalat. Alasannya adalah thaharah merupakan kunci dan syarat sahnya shalat. Syarat mestilah didahulukan dari masyruth (perkara yang memerlukan syarat). Nabi Muhammad saw. bersabda, "Kunci shaiat ialah suci (thuhur); yang menyebabkan haram melakukan perkara-perkara yang dihalalkan sebelum shalat .adalah takbiratul ihram; dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu shalat ialah salam."240 Rasul juga bersabda, "Suci idalah sebagian dari iman,"241

Dalam pasal ini, akan dibahas beberapa perkara berikut ini. Pertama: Pengertian dan kepentingan thaharah. Kedua: Syarat wajib thaharah. Ketiga: Jenis-jenis benda yang dapat menyucikan. Keempat: Jenis-jenis air. Kelima: Hukum tentang sisa dan telaga. Keenam : Jenis jenis barang yang suci.

Amalan Kesukaan Rasulullah SAW di bulan Ramadhan

Amalan Kesukaan Rasulullah SAW di bulan Ramadhan

AMALAN yang menghidupkan Ramadan ialah memperbanyakkan sedekah kerana sikap bermurah hati pada Ramadan adalah dituntut. Ibn Abbas melaporkan: "Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada Ramadan ketika Jibril menemuinya lalu membacakan padanya al-Quran." (Hadis riwayat Bukhari).

Membaca al-Quran

Disunatkan memperbanyakkan bacaan al-Quran pada bulan Ramadan kerana ia bulan al-Quran seperti firman Allah yang bermaksud: "... bulan Ramadan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah." (Surah al-Baqarah, ayat 185) Malaikat Jibril sentiasa bertadarus al-Quran dengan Nabi SAW setiap hari sepanjang Ramadan. Para salaf mendahulukan bacaan al-Quran daripada ibadah lain. Sebahagian salaf khatam al-Quran dalam masa tiga hari, sebahagiannya tujuh hari dan 10 hari pada Ramadan.

Saidina Uthman bin Affan khatam al-Quran setiap hari pada Ramadan. Imam Zuhri berkata apabila tiba Ramadan, "Sesungguhnya Ramadan itu bulan membaca al-Quran dan menyediakan makanan untuk orang berpuasa."

Memberikan makan kepada orang yang berbuka puasa.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Sesiapa yang memberikan makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala (orang yang berpuasa) dalam keadaan tidak berkurung sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu." (Hadis riwayat Ahmad, Tirmizi, Ibn Majah dan ad-Darimi)

Qiamullail

Disunatkan berjaga malam secara berjemaah pada bulan Ramadan iaitu solat terawih dan waktunya di antara solat Isyak hinggalah terbitnya fajar. Nabi sangat gemar mendirikan malam pada bulan Ramadan. Rasulullah bersabda yang bermaksud: "Sesiapa menghidupkan Ramadan dengan keimanan dan pengharapan pahala daripada Allah Taala, maka akan diampunkan segala dosanya yang terdahulu." (Hadis riwayat Bukhari)

Solat tarawih

Solat tarawih adalah solat khusus yang hanya dilakukan pada Ramadan. Solat tarawih, walaupun dapat dilaksanakan bersendirian, umumnya dilakukan secara berjemaah di masjid. Di sesetengah tempat, sebelum solat tarawih, diadakan ceramah singkat bagi menasihati jemaah. Mengerjakan umrah Perkara disunatkan pada Ramadan adalah mengerjakan umrah berdasarkan sabda Baginda SAW yang bermaksud: "Umrah pada Ramadan (pahalanya) sama dengan (pahala) mengerjakan haji atau mengerjakan haji bersamaku." (Hadis riwayat Bukhari)

Zakat fitrah

Zakat fitrah dikeluarkan khusus pada Ramadan atau paling lambat sebelum selesainya solat sunat hari raya. Setiap Individu Muslim yang berkemampuan wajib membayar zakat fitrah. Nilai zakat fitrah adalah satu gantang makanan ruji atau setara dengan 2.7 kilogram beras.

7/23/2013

Menuntut Ilmu Syari’ ﴿  طلب العلم الشرعي ﴾ ]

Menuntut Ilmu Syari’
﴿  طلب العلم الشرعي ﴾

]  Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad


2010 - 1431


﴿  طلب العلم الشرعي ﴾
« باللغة الإندونيسية »

تأليف: د. أمين بن عبد الله الشقاوي

ترجمة: مظفر شهيد
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو



2010 - 1431





Menuntut Ilmu Syari’

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara bentuk ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling agung yang dianjurkan oleh syara’ adalah menuntut ilmu syara’. Dan maksud ilmu syara’ ini adalah ilmu yang membahas tentang kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam.
قال الله تعالى: ] قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ [
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar: 9)
قال تعالى: ] شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imron: 18)
قال تعالى: ] يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ [
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka dia akan diberikan kepahaman di dalam agama”.
Sebagian ahlul ilmi berkata: Orang yang tidak memahami agama maka tidak dikehendaki kebaikan baginya”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Darda’ bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga, sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena merasa redha terhadap penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang memililki ilmu dimintakan ampun oleh penghuni langit dan penghuni bumi bahkan ikan-ikan di dalam lautan, sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang, sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewriskan uang dinar atau dirham, mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya berarti dia telah mendapatkan bagian yang besar”.
Al-Auza’i berkata: Orang yang dianggap manusia menurut kami adalah para ulama, dan orang selain mereka tidak ada artinya”. Dan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah berkata: Kebutuhan manusia kepada ilmu syara’ lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman”.
Di antara keutmaan ilmu ini adalah mengalirnya pahala ilmu tersebut sekalipun orang yang memilikinya telah meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Apabila anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendoakannya”.
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah orang yang berilmulah yang akan tetap komitmen tegak dalam  hukum Allah sampai hari kiamat tiba. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Akan senantiasa tagak dalam agama Allah, tidak akan memudharatkan mereka orang yang melawan mereka atau menyelisihi mereka sehingga datang perkara Allah dan mereka akan ditinggikan di hadapan manusia”.
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bahwa dia berkata tentang kelompok ini: Kalau bukan ahli hadits maka aku tidak mengetahui siapa mereka”.
Di antara keutamaan ilmu syara’ adalah bahwa dia sebagai petunjuk pada jalan mengarah ke surga. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga”. HR. Msulim no: 2699.
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah bahwa mereka sebagai pelita yang dijadiakan petunjuk oleh manusia dalam perkara agama dan dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Telah terjadi pada kaum sebelum kalian bahwa seorang lelaki telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, lalu lelaki tersebut bertanya tentang orang yang paling berlimu di dunia ini, lalu ditunjukkan baginya seorang rahib yang ahli ibadah, dan lelaki itupun mendatangi rahib tersebut dan berkata kepadanya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa dan bertanya kepadanya apakah dia memiliki kesempatan untuk bertaubat?. Maka rahib tersebut menjawab: Tidak. Lalu dia membunuh rahib tersebut, sehingga dirinya telah membunuh sertaus jiwa. Kemudian dia kembali bertanya tentang penghuni bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan baginya seorang lelaki yang berilmu dan orang itu bercerita bahwa dia telah membunuh seratus jiwa apakan taubatanya akan diterima?. Orang alim tersebut berkata: Ya, siapakah yang menghalangi dirinya dari bertaubat?.
Dia antara keutamaan orang yang berilmu adalah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menghunjamkan bagi ahli ilmu yang rabbani rasa takut dan cinta serta rasa hormat di dalam hati manusia. Engkau melihat bahwa manusia memuji mereka dan seluruh hati sepakat untuk menghormati dan menghargai mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قال تعالى: ] إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا [
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. (QS. Maryam: 96).
Di antara kelebihan ilmu syara’ adalah bahwa menuntut ilmu syara’ lebih baik dari harta di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Uqbah bin Amir radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar sementara kami berada di Shuffah (sebuah ruangan di samping mesjid) dan beliau bersabda: Siapakah di antara kalian yang senang untuk pergi pada waktu pagi ke Bathan atau ke Aqiq dan dia datang kembali darinya dengan membawa dua ekor onta yang gemuk tanpa membawa dosa dan memutus silaturrahmi?. Maka kami berkata: Wahai Rasulullah kami menyenangi hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Apakah salah seorang di antra kalian tidak segera pergi ke mesjid lalu dia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitab Allah Azza Wa Jalla lebih baik dari dua ekor unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga ekor onta, dan empat ayat lebih baik dari empat ekor dan jumlah ayat yang sama dengan jumlah onta”.
Dan media untuk menuntut ilmu itu banyak sekali, seperti menghadiri majlis ilmu para ulama dan para syekh, mendengarkan muhadharah, ceramah di mesjid, membaca buku-buku yang bermanfaat, bertanya kepada orang yang berilmu tentang perkara yang sulit dan menghafal kitab Allah dan itulah ilmu yang paling besar.
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam memberitahukan bahwa di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu syara’, kebodohan merajalela. Di dalam Al-Shahihaini dari Abdullah bin Amru bin Ash radhaiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mencabut ilmu itu dengan mengambilnya secara langsung dari para hamba akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan mencabut nyawa para ulama sehingga saat tidak ada seorangpun yang berilmu maka manusia akan memilih peminpin yang bodoh, lalu mereka ditanya lalu mereka memberi fatwa yang salah, maka mereka sesat dan menyesatkan”.
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam berlindung kepada Allah subhanahu wata’alla dari ilmu yang tidak bermanfaat:
(( اللهم إني أعوذ بك من الأربع من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعاء لا يسمع ))
“Ya Allah kami berlindung kepada -Mu dari empat perkara: Ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas dan do’a yang tidak didengar”.
Dan wajib bagi orang yang menuntut ilmu untuk mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah subhanahu wata’alla, bukan untuk mencari jabatan, harta atau kepentingan dunia lainnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya harus dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Azza Wa Jalla, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat keutungan duniawi maka sungguh dia tidak akan mendapat bau surga pada hari kiamat”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Musa Al-Asya’ari radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa sama seperti hujan yang deras yang menimpa suatu belahan bumi, di antara bumi itu ada yang bersih menerima air sehingga menumbuhkan berbagai tumbuhan dan rerumputan yang banyak, dan ada bagian bumi yang gersang yang menahan air maka Allah memberikan manfaat bagi manusia di mana mereka minum darinya, menyirami sawah dan bercocok tanam dengannya, di antara air itu ada yang menimpa bagian bumi yang lain, dia adalah bagian bumi yang lapang yang tidak menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, maka itulah perumpamaan orang yang faham terhadap agama Allah dan Allah memberikan manfaat baginya dengan petunjuk yang aku bawa dari Allah, dia mengetahui ilmu tersebut lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan begitu pula perumpamaan orang yang tidak menghiraukan petunjuk tersebut dan tidak menerima petunjuk yang aku bawa”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

Menuntut Ilmu Syari’ ﴿  طلب العلم الشرعي ﴾ ]

Menuntut Ilmu Syari’
﴿  طلب العلم الشرعي ﴾

]  Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi

Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad


2010 - 1431


﴿  طلب العلم الشرعي ﴾
« باللغة الإندونيسية »

تأليف: د. أمين بن عبد الله الشقاوي

ترجمة: مظفر شهيد
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو



2010 - 1431





Menuntut Ilmu Syari’

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu’alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara bentuk ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling agung yang dianjurkan oleh syara’ adalah menuntut ilmu syara’. Dan maksud ilmu syara’ ini adalah ilmu yang membahas tentang kitab Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam.
قال الله تعالى: ] قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ [
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar: 9)
قال تعالى: ] شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imron: 18)
قال تعالى: ] يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ [
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka dia akan diberikan kepahaman di dalam agama”.
Sebagian ahlul ilmi berkata: Orang yang tidak memahami agama maka tidak dikehendaki kebaikan baginya”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Darda’ bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga, sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena merasa redha terhadap penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang memililki ilmu dimintakan ampun oleh penghuni langit dan penghuni bumi bahkan ikan-ikan di dalam lautan, sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang, sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewriskan uang dinar atau dirham, mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya berarti dia telah mendapatkan bagian yang besar”.
Al-Auza’i berkata: Orang yang dianggap manusia menurut kami adalah para ulama, dan orang selain mereka tidak ada artinya”. Dan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah berkata: Kebutuhan manusia kepada ilmu syara’ lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman”.
Di antara keutmaan ilmu ini adalah mengalirnya pahala ilmu tersebut sekalipun orang yang memilikinya telah meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Apabila anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendoakannya”.
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah orang yang berilmulah yang akan tetap komitmen tegak dalam  hukum Allah sampai hari kiamat tiba. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Akan senantiasa tagak dalam agama Allah, tidak akan memudharatkan mereka orang yang melawan mereka atau menyelisihi mereka sehingga datang perkara Allah dan mereka akan ditinggikan di hadapan manusia”.
Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bahwa dia berkata tentang kelompok ini: Kalau bukan ahli hadits maka aku tidak mengetahui siapa mereka”.
Di antara keutamaan ilmu syara’ adalah bahwa dia sebagai petunjuk pada jalan mengarah ke surga. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memberikannya jalan menuju ke surga”. HR. Msulim no: 2699.
Di antara keutamaan orang yang berilmu adalah bahwa mereka sebagai pelita yang dijadiakan petunjuk oleh manusia dalam perkara agama dan dunia. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Telah terjadi pada kaum sebelum kalian bahwa seorang lelaki telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, lalu lelaki tersebut bertanya tentang orang yang paling berlimu di dunia ini, lalu ditunjukkan baginya seorang rahib yang ahli ibadah, dan lelaki itupun mendatangi rahib tersebut dan berkata kepadanya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa dan bertanya kepadanya apakah dia memiliki kesempatan untuk bertaubat?. Maka rahib tersebut menjawab: Tidak. Lalu dia membunuh rahib tersebut, sehingga dirinya telah membunuh sertaus jiwa. Kemudian dia kembali bertanya tentang penghuni bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan baginya seorang lelaki yang berilmu dan orang itu bercerita bahwa dia telah membunuh seratus jiwa apakan taubatanya akan diterima?. Orang alim tersebut berkata: Ya, siapakah yang menghalangi dirinya dari bertaubat?.
Dia antara keutamaan orang yang berilmu adalah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menghunjamkan bagi ahli ilmu yang rabbani rasa takut dan cinta serta rasa hormat di dalam hati manusia. Engkau melihat bahwa manusia memuji mereka dan seluruh hati sepakat untuk menghormati dan menghargai mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قال تعالى: ] إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا [
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. (QS. Maryam: 96).
Di antara kelebihan ilmu syara’ adalah bahwa menuntut ilmu syara’ lebih baik dari harta di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Uqbah bin Amir radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar sementara kami berada di Shuffah (sebuah ruangan di samping mesjid) dan beliau bersabda: Siapakah di antara kalian yang senang untuk pergi pada waktu pagi ke Bathan atau ke Aqiq dan dia datang kembali darinya dengan membawa dua ekor onta yang gemuk tanpa membawa dosa dan memutus silaturrahmi?. Maka kami berkata: Wahai Rasulullah kami menyenangi hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Apakah salah seorang di antra kalian tidak segera pergi ke mesjid lalu dia mempelajari atau membaca dua ayat dari kitab Allah Azza Wa Jalla lebih baik dari dua ekor unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga ekor onta, dan empat ayat lebih baik dari empat ekor dan jumlah ayat yang sama dengan jumlah onta”.
Dan media untuk menuntut ilmu itu banyak sekali, seperti menghadiri majlis ilmu para ulama dan para syekh, mendengarkan muhadharah, ceramah di mesjid, membaca buku-buku yang bermanfaat, bertanya kepada orang yang berilmu tentang perkara yang sulit dan menghafal kitab Allah dan itulah ilmu yang paling besar.
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam memberitahukan bahwa di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu syara’, kebodohan merajalela. Di dalam Al-Shahihaini dari Abdullah bin Amru bin Ash radhaiallahu anhuma bahwa Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam bersabda: Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mencabut ilmu itu dengan mengambilnya secara langsung dari para hamba akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan mencabut nyawa para ulama sehingga saat tidak ada seorangpun yang berilmu maka manusia akan memilih peminpin yang bodoh, lalu mereka ditanya lalu mereka memberi fatwa yang salah, maka mereka sesat dan menyesatkan”.
Dan Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam berlindung kepada Allah subhanahu wata’alla dari ilmu yang tidak bermanfaat:
(( اللهم إني أعوذ بك من الأربع من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعاء لا يسمع ))
“Ya Allah kami berlindung kepada -Mu dari empat perkara: Ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas dan do’a yang tidak didengar”.
Dan wajib bagi orang yang menuntut ilmu untuk mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah subhanahu wata’alla, bukan untuk mencari jabatan, harta atau kepentingan dunia lainnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya harus dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Azza Wa Jalla, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapat keutungan duniawi maka sungguh dia tidak akan mendapat bau surga pada hari kiamat”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Musa Al-Asya’ari radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa sama seperti hujan yang deras yang menimpa suatu belahan bumi, di antara bumi itu ada yang bersih menerima air sehingga menumbuhkan berbagai tumbuhan dan rerumputan yang banyak, dan ada bagian bumi yang gersang yang menahan air maka Allah memberikan manfaat bagi manusia di mana mereka minum darinya, menyirami sawah dan bercocok tanam dengannya, di antara air itu ada yang menimpa bagian bumi yang lain, dia adalah bagian bumi yang lapang yang tidak menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, maka itulah perumpamaan orang yang faham terhadap agama Allah dan Allah memberikan manfaat baginya dengan petunjuk yang aku bawa dari Allah, dia mengetahui ilmu tersebut lalu mengajarkannya kepada orang lain, dan begitu pula perumpamaan orang yang tidak menghiraukan petunjuk tersebut dan tidak menerima petunjuk yang aku bawa”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

KEAS XII IPS 3

SEMESTER I

KELAS IPS 2

Semester I

KELAS IPS 1

SEMESTER I

KELAS IPA 2

SEMESTER I

Kelas XI IPA 1

Tugas siswa

2/08/2013

SEJARAH WALI SONGO

Kisah Walisongo – Jika kita mempelajari sejarah penyebaran kebudayaan islam di nusantara khususnya pulau jawa, maka tidak lepas dari kisah-kisah para sembilan walisongo. Karena Walisongo merupakan simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Pada era tersebut, merupakan masa/era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya nusantara yang kemudian digantikan dengan kebudayaan islam. Pelopor atau Tokoh pendahulu walisongo yaitu Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II yaitu Puteri Selindung Bulan.
Selain walisongo, sebenarnya banyak tokoh-tokoh yang ikut berperan aktif dalam penyebaran islam di nusantara, namun peranan walisongo sangat begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para walisongo memiliki nilai plus dan lebih banyak disebut namanya dalam sejarah penyebaran islam di Jawa.
Dalam kisah-kisah walisongo, disebutkan bahwa para sembilan wali tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru- murid. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai ” tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa – yakni nuansa Hindu dan Budha.
Untuk mempelajari secara lengkap tentang sejarah walisongo serta kisah-kisah para sembilan walisanga, sengaja duniabaca.com kutip langsung dari wikipedia dan berbagai sumber lain, sebagai penambah ilmu pengetahuan kita tentang dunia sejarah.

ARTI / PENGERTIAN WALISONGO – 

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra’il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat
3. Sunan Drajat atau Raden Qasim
4. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
5. Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq
6. Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
7. Sunan Muria atau Raden Umar Said
8. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
9. Sunan Kalijaga atau Raden Said
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
SEJARAH WALISONGO / WALISANGA MENURUT PERIODE WAKTU

Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,[1] majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya:
  • Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), Maulana Hasanuddin, Maulana ‘Aliyuddin, dan Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.
  • Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq (wafat 1463), Maulana Ahmad Jumadil Kubro, Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il, Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin (wafat 1462), Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan Syekh Subakir (wafat 1463).
  • Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
  • Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari Sunan Ampel (wafat 1481), Sunan Giri (wafat 1505), Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra, Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Sunan Kalijaga (wafat 1513).
  • Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517), Raden Faqih Sunan Ampel II yang ahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri, Raden Fattah (wafat 1518), Fathullah Khan (Falatehan), Sunan Kudus (wafat 1550), Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang (wafat 1525), Sunan Derajat (wafat 1533), dan Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
  • Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar, Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II, Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah, Fathullah Khan (wafat 1573), Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati (wafat 1569), Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang, Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan Sunan Muria (wafat 1551).
  • Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599), Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak, Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana, Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati, Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan, Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.
  • Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599), Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen, Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto, Maulana Yusuf, Sayyid Amir Hasan, Maulana Hasanuddin, Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung, Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos).
SYEKH JUMADIL QUBRO (TOKOH PENDAHULU WALISONGO)

Syekh Jumadil Qubro adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Syekh Jumadil Qubro adalah putra Husain Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.
Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.
TEORI KETURUNAN HADRAMAUT

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
# L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
# Van Den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya.”
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
# Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
# Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
# Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
TEORI KETURUNAN CINA

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.

SUMBER TERTULIS TENTANG WALISONGO

1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, ‘Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

SUNAN AMPEL

Sunan Ampel adalah Anak Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri,
tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

Sejarah Syekh Maulana Malik Ibrahim

Syekh Maulana Malik Ibrahim – Dalam sejarah perwalian wali songo, Maulana Malik Ibrahim merupakan wali yang tertua dari Sembilan wali atau wali songo / wali sanga / wali 9.
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2/07/2013

SUNAN KALI JOGO

SUNAN KALIJAGA
1.       Diusir dari Kadipaten


Sunan Kalijaga itu aslinya bernama Raden Said. Putera Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilakita.
Tumenggung Wilakita seringkali disebut Raden Sahur, walau dia termasuk keturunan Ranggawale yang beragama Hindu tapi Raden Sahur sendiri sudah masuk agama Islam.

Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban. Tetapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak.

Gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakala melihat praktek oknum pejabat kadipaten Tuban disaat menarik pajak pada penduduk atau rakyat jelata.




SUNAN KALIJAGA
Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang, semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka. Seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik pajak.

Walau Raden Said putera seorang bangsawan dia lebih menyukai kehidupan bebas, yang tidak terikat adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah hingga yang paling atas. Justru karena pergaulannya yang supel itulah dia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban.

Niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahnya. Tapi agaknya ayahnya tak bisa berbuat banyak. Dia cukup memahaminya pula posisi ayahnya sebagai adipati bawahan Majapahit. Tapi niatnya itu tidak pernah padam. Jika malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an maka sekarang dia keluar rumah.

Di saat penjaga gudang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit. Bahan makanan itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan mereka.

Tentu saja rakyat yang tak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampur girang menerima rezeki yang tak diduga-duga. Walau mereka tak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan rezeki itu karena   Raden Said melakukannya dimalam hari secara sembunyi-sembunyi.

Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu. Penjaga gudang kadipaten juga merasa kaget, hatinya kebat-kebit karena makin hari barang-barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu semakin berkurang.

Ia ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang itu. Suatu malam ia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah tak jauh dari gudang kadipaten.

Dugaannya benar, ada seseorang yang membuka pintu gudang, hampir tak berkedip  penjaga gudang itu memperhatikan pencuri itu. Dia hampir tak percaya pencuri itu adalah Raden Said putera junjungannya sendiri.

Untuk melaporkannya sendiri kepada adipati Wilatikta ia tak berani. Kuatir dianggap membuat fitnah. Maka penjaga gudang itu hanya minta dua orang saksi dari sang adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang.

Raden Said tak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan. Ketika ia hendak keluar adari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan tiga orang prajurit kadipaten menangkapnya, beserta barang bukti yang dibawanya. Raden Said dibawa ke hadapan ayahnya.

Adipati Wilatikta marah melihat perbuatan anaknya itu. Raden Said tidak menjawab untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan  ke Majapahit.

Tapi untuk itu Raden Said harus mendapat hukuman, karena kejahatan mencuri itu baru pertama kali dilakukannya maka ia hanya mendapat hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya. Kemudian disekap selama beberapa hari, tak boleh keluar rumah. Jerakah Raden Said atas hukuman yang sudah diterimanya?

Sesudah keluar dari hukuman dia benar-beanr keluar dari lingkungan istana. Tak pernah pulang sehingga membuat cemas ibu dan adiknya. Apa yang dilakukan Raden Said selanjutnya?

Dia mengenakan topeng khusus, berpakaian serba hitam dan kemudian merampok harta orang-orang kaya di kabupaten tuban. Terutama orang kaya yang pelit dan para pejabat yang curang.

Harta hasil rampokan itu diberikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita lainnya. Tapi ketika perbuatannya itu mencapai titik jenuh ada saja orang yang bermaksud mencelakakannya.

Ada seorang pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta pejabat kaya, kemudian pemimpin perampok itu mengenakan pakaian serupa dengan pakaian Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti Raden Said juga.

Pada suatu malam Raden Said baru saja menyelesaikan sholat isya mendengar jerit tangis para penduduk desa kampunya sedang djarah perampok.

Dia segera mendatangi tempat kejadian itu. Begitu mengetahui kedatangan Raden Said kawanan perampok itu segera berhamburan melarikan diri. Tinggal pemimpin mereka yang sedang asik memperkosa seorang gadis cantik.

Raden Said mendobrak pintu rumah sigadis yang sedang diperkosa. Didalam sebuah kamar dia melihat seorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng serupa sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembaili. Rupanya dia sudah selesai memperkosa gadis tersebut.

Raden Said berusaha menangkap perampok itu namun pemimpin perampok itu berhasil melarikan diri. Mendadak terdenganr suara kentongan dipukul bertalu-talu, penduduk dari kampung lain berdatangan ke tempat itu. Pada saat itulah si gadis yang baru diperkosa perampok tadi menangkap erat-erat tangan Raden Said. Raden Said jadi panik dan kebingungan. Para pemuda dari kampung lain menerobos masuk dengan senjata terhunus. Raden Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa.

Kepala desa yang merasa penasaran mencoba membuka topeng di wajah Raden Said. Begitu mengetahui siapa orang dibalik topeng itu sang kepada desa menjadi terbungkam. Sama sekali tak disangkanya bahwa perampok itu adalah putera junjungannya sendiri yaitu Raden Said. Gegerlah masyarakat pada saat itu, Raden Said dianggap perampok dan pemerkosa. Si gadis yang diperkosa adalah bukti dan saksi hidup atas kejadian itu.

Sang kepala desa masih berusaha menutup aib junjungannya. Diam-diam ia membawa Raden Said ke istana kadipaten tuban tanpa sepengetahuan orang.

Tentu saja sang adipati jadi murka. Raden Said di usir dari wilayah kadipaten tuban.

Pergi dari kadipaten tuban ini! Kau telah mencoreng nama baik keluargamu sendiri, pergi! Jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding istana kadipaten tuban ini dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sering kau baca di malam hari.

Sang adipati Wilatikta juga sangat terpukul atas kejadian itu. Raden Said yang diharapkan dapat menggantikan kedudukannya ternyata telah menutup kemungkinan ke arah itu, sirna sudah segala harapan sang adipati.

Hanya ada satu orang yang dapat mempercayai perbuatan Raden Said, yaitu Dewi Rasawulan, adik Raden Said itu berjiwa luhur dan sangat tidak mungkin melakukan perbuatan keji. Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa kasihan tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya dia meninggalkan istana kadipaten tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang.

2.       Mencari Guru Sejati

Kemanakah Raden Said sesudah diusir dari kadipaten tuban, ternyata ia mengembara tanpa tujuan pasti. Pada akhirnya dia menetap dihutan Jatiwangi.  Selama bertahun-tahun ia menjadi perampok budiman. Mengapa disebut perampok budiman? Karena hasil rampokkannya itu tak pernah dimakannya. Seperti dahulu, selalu diberikan kepada fakir miskin.

Yang dirampoknya hanya para hartawan atau orang kaya kikir, tidak menyantuni rakyat jelata. Dan tidak mau membayar zakat.

Di hutan Jatiwangi dia membuang nama aslinya. Orang menyebutnya dengan Brandal Lokajaya.

Pada suatu hari, ada seorang berjubah putih lewat hutan Jatiwangi. Dari jauh Brandal lokajaya sudah mengincarnya. Orang itu membawa tongkat yang gagangnya berkilauan.

Terus diawasinya orang tua berjubang putih itu. Setelah dekat dia hadang langkahnya. Tanpa banyak bicara lagi direbutnya tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih. Karena tongkat itu dicabut dengan paksa maka orang berjubah putih itu jatuh tersungkur.

Dengan susah payah orang itu bangun, sepasang matanya mengeluarkan air walau tak ada suara tangis dari mulutnya.  Raden Said pada saat itu sedang mengamati gagang tongkat yang dipegangnya. Ternyata tongkat itu bukan terbuat dari emas, hanya gagangnya saja terbuat dari kuningan sehingga berkilauan tertimpa cahaya matahari, seperti emas. Raden Said heran melihat orang tua itu menangis. Segera diulurkannya kembali tongkat itu. Jangan menangis, ini tongkatmu kukembalikan.

Bukan tongkat ini yang kutangisi ujar lelaki itu sembari memperlihatkan beberapa batang rumput ditangannya. Lihatlah ! aku telah berbuat dosa, berbuat kesia-siaan. Rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkur tadi.

Hanyam beberapa lembar rumput. Kau merasa berdosa? Tanya Raden Said heran.

Ya, memang berdosa! Karena kau mencabutnya tanpa sesuatu keperluan. Andaikata kucabut guna makanan ternak itu tidak mengapa. Tapi untuk sesuatu kesia-siaan benar-benar suatu dosa jawab lelaki itu.

Hari Raden Said bergetar atas jawaban yang mengandung nilai iman itu.

Anak muda sesungguhnya apa yang kau cari dihutan ini?

Saya menginginkan harta?

Untuk apa?

Saya berikan kepada fakir miskin dan penduduk yang menderita,.. hem…sungguh mulia hatimu, sayang…caramu mendapatkannya yang keliru.

Orang tua….apa maksudmu?

Boleh aku bertanya anak muda? Desah orang tua itu. Jika kau mencuci pakaianmu yang kotor dengan air kencing, apakah tindakanmu itu benar?

Sungguh perbuatan bodoh sahut Raden Said. Hanya menambah kotor dan bau pakaian saja.

Lelaki itu tersenyum, demikianlah amal yang kau lakukan. Kau bersedekah dengan barang yang didapat secara haram atau mencuri itu sama halnya dengan mencuci pakaian dengan air kencing.

Raden Said tercekat. Lelaki itu melanjutkan ucapannya. Allah itu adalah zat yang baik, hanya menerima amal dari barang yang baik atau halal.

Raden Said makin tercengang mendengar keterangan itu. Rasa malu mulai menghujam lubuk hatinya. Betapa keliru perbuatannya selama ini. Dipandangnya sekali lagi wajah lelaki tua itu. Agung dan berwibawa namun mencerminkan pribadi yang welas asih. Dia mulai suka dan tertarik dengan lelaki tua berjubah putih tersebut.

Banyak hal yang terkait dengan usaha mengentaskan kemiskinan dan penderitaan rakyat pada saat ini.  Kau tidak bisa merubahnya hanya dengan memberi bantuan makan dan uang kepada para penduduk miskin. Kau harus memperingatkan pada penguasa yang zalim agar mau mengubah caranya memerintah yang sewenang-wenang, kau juga harus dapat membimbing rakyat agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya.

Raden Said semakin terpana, ucapan seperti itulah yang didambakannya selama ini. Kalau kau tak mau kerja keras dan hanya ingin beramal dengan cara yang mudah maka ambillah itu. Itu barang halal. Ambillah sesukamu!

Berkata demikian lelaki itu menunjuk pada sebatang pohon aren. Seketika itu pohon berubah menjadi emas. Sepasang mata Raden Said terbelalak. Dia adalah seorang pemuda sakti dan banyak ragam pengalaman yang telah dikecapnya. Berbagai ilmu yang aneh-aneh telah dipelajarinya. Dia mengira orang itu mempergunakan ilmu sihir. Kalau benar orang itu mengeluarkan ilmu sihir ia pasti dapat mengatasinya.

Tapi setelah mengerahkan ilmunya, pohon aren itu tetap berubah menjadi emas. Berarti orang tua itu tidak menggunakan sihir. Ia benar-benar merasa heran dan penasaran, ilmu apakah yang telah dipergunakan orang tua itu sehingga mampu merubah pohon menjadi emas.

Raden Said terdiam beberapa saat ditempatnya berdiri. Dia mencoba memanjat pohon aren itu. Benar-benar berubah jadi emas seluruhnya. Ia ingin mengambil buah aren yang telah berubah menjadi emas berkilauan itu. Mendadak buah aren itu rontok, berjatuhan mengenai kepala Raden Said. Pemuda itu jatuh terjerembab ke tanah roboh dan pingsan.

Ketika sadar, buah aren yang rontok itu telah berubah menjadi hijau seperti aren-aren yang lainnya. Raden Said bangkit berdiri, mencari orang tua berjubah putih tadi. Tapi yang dicari nya sudah tidak ada ditempat.

Ucapan orang tua tadi masih terngiang ditelinganya. Tentang beramal dengan barang haram yang disamakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing. Tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya memberantas kemiskinan.

Raden Said mengejar oarang itu. Segenap kemampuan dikerahkannya untuk berlari cepat akhirnya dia dapat melihat bayangan orang tua itu dari kejauhan.

Sepertinya santai saja orang itu melangkahkan kakinya tapi Raden Said tak pernah bisa menyusulnya. Jatuh bangun terseok-seok dan berlari lagi, demikianlah setelah tenaganya habis terkuras dia baru bisa sampai dibelakang lelaki berjubah putih itu.

Lelaki berjubah putih itu berhenti, bukan karena kehadiran Raden Said melainkan didepannya terbentang sungai cukup lebar. Tak ada jembatan dan sungai itu tampaknya sangat dalam dengan apa dia harus menyeberang.

Tunggu……, ucap Raden Said ketika melihat orang tua itu hendak melangkahkan kakinya lagi.

Sudilah kiranya tuan menerima saya sebagai murid…..pintanya.

Menjadi muridku? Tanya orang tua itu sembari menoleh. Mau belajar apa?

Apa saja, asal tuan manerima saya sebagai murid….

Berat, berat sekali anak muda, bersediakah engkau menerima syarat-syaratnya?

Saya bersedia….

Lelaki itu kemudian menancapkan tongkatnya ditepi sungai. Raden Said diperintah menunggui tongkat itu. Tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum orang tua itu kembali menemuinya.

Raden Said bersedia menerima syarat ujian itu.

Selanjutnya lelaki itu menyeberangi sungai. Sepasang mata Raden Said terbelalak heran, lelaki itu berjalan diatas air bagaikan berjalan di daratan saja. Kakinya tidak basah terkena air, ia semakin yakin calon gurunya itu adalah seorang lelaki berilmu tinggi, waskita dan mungkin saja golongan para wali.

Setelah lelaki tuan itu hilang dari pandangan Raden Said, pemuda ini duduk bersila dia teringat suatu kisah ajaib yang dibacanya didalam Al-Qur’an yaitu kisah Ashabul Kahfi, maka ia segera berdoa kepada Tuhan supaya ditidurkan seperti para pemuda di goa kahfi ratusan tahun yang silam.

Doanya dikabulkan. Raden Said tertidur dalam semedinya selama tiga tahun. Akar dan rerumputan telah merambati tubuhnya dan hampir menutupi sebagian besar anggota tubuhnya.

Setelah tiga tahun lelaki berjubah putih itu datang menemui Raden Said. Tapi Raden Said tak bisa dibangunkan. Barulah setelah mengumandangkan adzan pemuda itu membuka sepasang matanya.

Tubuh Raden Said dibersihkan, diberi pakaian baru yang bersih. Kemudian dibawa ke tuban mengapa dibawa ke tuban? Karena lelaki berjubah putih itu adalah sunan Bonang. Raden Said kemudian diberi pelajaran agama sesuai dengan tingkatannya yaitu tingkat para waliyullah. Dikemudian hari Raden Said terkenal dengan sebutan Sunan Kalijaga.

Kalijaga artinya orang yang menjaga sungai, karena dia pernah bertapa ditepi sungai. Ada yang mengartikan Sunan Kalijaga adalah penjaga aliran kepercayaan yang hidup pada masa itu. Dijaga maksudnya supaya tidak membahayakan umat, melainkan diarahkan kepada ajaran Islam yang benar.

Ada juga yang mengartikan legenda pertemuan Raden Said dengan Sunan Bonang hanya sekedar simbol saja. Kemanapun Sunan Bonang pergi selalu membawa tongkat atau pegangan hidup., itu artinya Sunan Bonang selalu membawa agama, membawa iman sebagai petunjuk jalan kehidupan.

Raden Said kemudian disuruh menunggui tongkat atau agama di tepi sungai. Itu artinya Raden Said diperintah untuk terjun kedalam kancah masyarakat jawa yang banyak mempunyai aliran kepercayaan dan masih berpegang pada agama lama yaitu Hindu dan Budha.

Sunan Bonang mampu berjalan diatas air sungai tanpa amblas ke dalam sungai. Bahkan tidak terkena  percikan air sungai. Itu artinya Sunan Bonang dapat bergaul dengan masyarakat yang berbeda agama tanpa kehilangan identitas agama yang dianut oleh Sunan Bonang sendiri yaitu Islam.

3.       Kerinduan Seorang Ibu


Setelah bertahun-tahun ditinggalkan kedua anaknya, permaisuri Adipati Wilatikta seperti kehilangan gairah hidup. Terlebih setelah usah adipati tuban menangkap para perampok yang mengacau kadipaten tuban membuahkan hasil. Hati ibu Raden Said seketika terguncang.

Kebetulan saat ditangkap oleh prajurit tuban, kepala perampok  itu mengenakan pakaian dan topeng yang persis dengan yang dikenakan oleh Raden Said. Rahasia yang selama ini tertutup rapat terbongkarlah sudah. Dari pengakuan perampok itu tahulah adipati tuban bahwa Raden Said tidak bersalah.

Ibu Raden Said menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar telah menyesal mengusir anak yang sangat disayanginya itu, sang ibu tak pernah tau bahwa anak yang didambakannya itu bertahun-tahun kemudian sudah kembali ke tuban. Hanya saja tidak langsung ke istana kadipaten tuban, melainkan ke tempat tinggal Sunan Bonang.

Untuk mengobati kerinduan sang ibu, tidak jarang Raden Said mengerahkan ilmunya yang tinggi. Yaitu membaca Qur’an jarak jauh lau suaranya dikirim ke istana tuban.

Suara Raden Said yang merdu itu benar-benar menggetarkan dinding istana kadipaten. Bahkan mengguncangkan  isi hati adipati tuban dan isternya. Tapi Raden Said, masih belum menampakkan dirinya. Banyak tugas yang masih dikerjakannya. Diantaranya menemukan adiknya kembali. Pada akhinya, dia kembali bersama adiknya yaitu Dewi Rasawulan. Tak terkirakan betapa bahagianya adipati tuban dan isterinya menerima kedatangan putera-puterinya yang sangat dicintainya itu.

Karena Raden Said tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya akhirnya kedudukan adipati tuban diberikan kepada cucunya sendiri yaitu putera Dewi Rasawulan dan Empu Supa.

Raden Said meneruskan pengembaraannya, berdakwah atau menyebarkan agama Islam di jawa tengah hingga ke jawa barat. Beliau sangat arif dan bijaksana dalam berdakwah sehingga dapat ditermia dan dianggap sebagai guru suci se tanah jawa. Dalam usia lanjut beliau memilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya yang terakhir. Hingga sekarang beliau dimakamkan di Kadilangu, Demak. Semoga amal perjuangan nya diterima di sisi Allah.